Kamis, 05 Mei 2016

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) #SoftSkill

Mahasiswa. Mau nggak mau harus berhadapan dengan Ujian Tengah Semester (UTS). Bagaimana kita menyiasati hal itu? tentunya dengan persipan yang matang agar hasil yang kita dapatkan sesuai dengan keinginan atau target kita.

Persiapan yang paling mendasar adalah belajar.

Belajar = nilai baik. Belum tentu. Tetapi yang perlu diingat adalah bagaimana cara belajar kita. Berbicara tentang nilai sebenarnya ada berbagai cara untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Salah satunya dengan mengandalkan teman ataupun melakukan hal-hal curang lain.

Perlu diingat bahwa menjadi mahasiswa yang sukses, orientasi kita adalah belajar dan bukan mendapat nilai yang tinggi. Lebih sukses lagi jika nilai yang tinggi itu kita dapatkan dari hasil kerja keras kita ketika belajar.

Sebagian besar dari kita pasti belajar mati-matian hanya sekali yaitu malam sebelum ujian dilaksanakan. Belajar seperti itu justru memperparah kondisi kita saat ujian. Dalam kondisi seperti itu bisa jadi kita malah mengantuk, sakit saat ujian berlangsung.

Nah. Kali ini kita akan membahas tips asyik belajar efektif dan berbagai persiapan lainnya yang menentukan keberhasilan UTS dan UAS. Diantaranya:

1. Cicil belajar: Biar gimanapun juga, model ujian di perguruan tinggi yang cenderung menguji lima sampai enam bab bahkan lebih nggak akan bisa dikebut dalam waktu sehari sebelum ujian, apalagi semalam sebelumnya.
Di sini kita memang dituntut untuk mulai menyicil bahan-bahan ujian. Otak manusia memang beratus-ratus kali lipat canggihnya dibandingkan dengan CPU komputer, karena itu butuh cara yang canggih juga buat memaksimalkan fungsinya. Sejelek-jeleknya sediakan waktu seminggu sebelum UTS untuk mereview kembali bahan2 kuliah.
Nggak ada yang terlambat. Meskipun hari ini kita telah menghadapi UTS masih ada kesempatan meluangkan waktu untuk belajar.

2. Variasikan gaya belajar: Pilih gaya belajar yang paling sesuai dengan diri masing-masing. Ada orang yang lebih “nyerap” dengan cara mendengarkan saja, melihat saja, atau bahkan kombinasi dari bermacam gaya belajar. Ade juga belajar dengan mendengarkan music agar tidak bosan.
Kalau belum menemukan gaya belajar yang paling pas, usahakan mencari gaya se-ekstrem-mungkin. Tidak nyaman belajar dengan gaya standar mungkin kalau dicoba belajar dengan posisi gaya lilin bisa lebih masuk.

3. Kondisikan: Apa yang harus dikondisikan? Maksudnya kondisikan diri anda, suasana sekitar, dan hal-hal lainnya untuk mendukung kesungguhan Anda dalam menghadapi UTS. Jika seminggu lagi UTS kondisikan diri untuk menahan diri dari godaan bermain-main dan nongkrong nggak jelas, kondisikan juga keuangan Anda untuk menyokong persiapan tempur seperti memfotokopi handout kuliah, membeli makanan bergizi untuk asupan otak, dan sebagainya.

4. Paksa: Ada pelajaran yang kebetulan tidak terlalu disukai, lalu harus diapakan? Paksa! Tidak suka hitung-hitungan. Paksa supaya suka, malas-malasan? Paksa supaya rajin! Karena memang semua butuh pemaksaan. Sepertidulu saat kita mati-matian memaksa diri belajar untuk masuk ke Unair ini.

5. Berdoa: Karena jika semua usaha sudah maksimal, peralatan tempur sudah lengkap. Saatnya untuk menyerahkan hasil pada Tuhan.

Usaha = hasil. Jika hasil yang kita dapatkan tidak seperti yang kita harapkan maka usaha kita belum maksimal.

Semangat buat UTS


WEB E-COM FINAL DESIGN #SOFTSKILL

Dalam hasil akhir ini ada beberapa hasil yang telah dirubah:     

     
1.       Mengubah warna font
Karena warna font yang kita gunakan berwarna abu – abu, menurut kita agak sedikit mengganggu dikarenakan warna tersebut hampir sama dengan warna background kita yang berwarna abu abu juga, maka dari itu kita mengubah warna font utama kita menjadi warna putih.







2.       Mengubah banner product
Perubahan yang kita lakukan selanjutnya yaitu mengubah deskripsi banner product yang ada diatas, banner ini berisi product2 rekomendasi kita beserta deskripsinya.


3.       Menambahkan banner discount
Agar lebih menarik perhatian pengunjung kita sengaja menambahkan banner discount yang berada diatas footer pada web kita.


 







Kamis, 21 April 2016

Perkembangan Pengerjaan E-Comm #SOFTSKILL

Kali ini kita akan menjelaskan perkembangan web e-com yang sedang kita buat, setelah kemarin selesai menginstall cms, yaitu cms Open Cart, kita sudah mendesign tampilan homepage dari web kita




( Tampilan web e-com)


Beberapa perubahan yang kita lakukan :

1. Mengganti logo website dengan logo yg baru



Seperti yg kalian lihat, logo kita bertuliskan Watch'Le, ini adalah nama web kita, terinspirasi oleh artis korea, dan dihiasi dengan logo jam yang kita pasang disamping tulisan Watch'Le, untuk menggambarkan barang yang kita jual



2. Navigation Menu



Jika kalian lihat kita sudah meng-update menu menu yg ada pada web kita, diantaranya Brands, Types, Men Watches dan Ladies Watches, dimana beberapa menu tersebut mempunyai sub menu tersendiri


3. Penambahan kolom Feature dan Special Product






Feature Product : Berfungsi menampilkan product yang kita rekomendasikan
Special : Berfungsi menampilan product yang sedang terdapat potongan harga



R.A Kartini "SELAMAT HARI KARTINI" #SOFTSKILL

ARTIKEL PAHLAWAN INDONESIA - RADEN AJENG KARTINI


               R.A. Kartini lahir di Jepara, tepatnya pada tanggal 21 April 1879. Beliau adalah salah satu pahlawan di Indonesia, jasanya sangat besar, yakni sebagai pahlawan emansipasi wanita. Berkat jasanya, wanita Indonesia bisa memiliki kesetaraan dengan pria, khususnya dalam bidang pendidikan. Coba bayangin nich, andai saja tidak ada R.A. Kartini, pasti donk sekolah di Indonesia hanya dipenuhi oleh kaum laki-laki saja, sedangkan kaum perempuan, hanya ada di rumah, mengerjakan semua pekerjaan rumah dan tentunya tidak memperoleh pendidikan.
            R.A. Kartini meninggal di usia 25 tahun, tepatnya tanggal 17 September 1904. Beliau meninggal di usia yang sangat muda. Meskipun raga R.A. Kartini sudah tiada, namun tetap, jasanya terkenang sepanjang masa. Beliau sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Kini, saatnya kaum perempuan Indonesia meneruskan perjuangan R.A. Kartini.
            Rajin belajar adalah salah satu upaya kita untuk menjadi R.A. Kartini di masa ini. Tidak kita sia-siakan perjuangan beliau. Menuntut ilmu sebagai bekal masa depan kita dan berguna bagi bangsa dan negara, itulah yang semata-mata menjadi harapan Ibu Kartini. Kalau begitu, bagaimanakah cara kita agar kita bisa rajin belajar???
            Gampang kok, untuk jadi pribadi yang rajin belajar itu mudah. Hanya dengan memiliki keyakinan bahwa “saya harus sukses, maka dari itu saya harus belajar”, dengan itu kita dapat memacu belajar kita. Di samping itu, yakinlah pula, bahwa belajar itu tidak rugi, maka apapun yang kita pelajari akan menjadi suatu berkat bagi kita, akan menjadi suatu hal  yang positif bagi kita.
            Bersyukur loh, di jaman ini banyak sekolah sebagai wadah kita menuntut ilmu, lelaki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam bidang pendidikan (sesuai UUD 1945 pasal 31) dan bersyukur pula ada R.A. Kartini yang memperjuangkan hak kaum wanita. Oleh karena itu, marilah kita jadikan ini sebagai suatu motivasi belajar bagi kita guna memperbaiki dan memajukan negara ini.

Rabu, 23 Maret 2016

Open Cart E-Comm #SOFTSKILL


A.  ALASAN MENGGUNAKAN OPENCART  

Untuk mengembangkan sebuah web berbasis e-commerce, kita memutuskan untuk memakai CMS OpenCart karena :

1.      OpenCart dapat diunduh secara Gratis
2.      Tampilan website maupun admininstrator sangatlah mudah dimengerti / userfriendly
3.      Tampilan dasar OpenCart sudah di Design seperti layaknya web e-commerce / toko            online
4.      Terdapat fitur mata uang
5.      Menyediakan Proses laporan jual beli

 B.   RENCANA PRODUK

Produk yang akan kita jual adalah Jam tangan, khususnya jam tangan dengan Brand – Brand terkenal

C.   STRUKTUR MENU


Artikel Mengenai SUPERSEMAR #Softskill


Pengertian Supersemar
Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yangdisingkat menjadi Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani olehPresiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.

Supersemar Versi Satu

Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SURAT PERINTAH
I. Mengingat:
1.1. Tingkatan Revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik nasional maupun Internasional
1.2. Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata/Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966
II. Menimbang:
2.1. Perlu adanja ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan djalannja Revolusi.
2.2. Perlu adanja djaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi, ABRIdan Rakjat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala adjaran-adjarannja
III. Memutuskan/Memerintahkan:
Kepada: LETNAN DJENDERAL SOEHARTO, MENTERI PANGLIMA ANGKATAN DARAT
Untuk: Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi:
1. Mengambil segala tindakan jang dianggap perlu, untuk terdjaminnja keamanan dan ketenangan serta kestabilan djalannja Pemerintahan dan djalannja Revolusi, serta mendjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimin Besar revolusi/mandataris M.P.R.S. demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala adjaran Pemimpin Besar Revolusi.
2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan-Angkatan lain dengan sebaik-baiknja.
3. Supaya melaporkan segala sesuatu jang bersangkuta-paut dalam tugas dan tanggung-djawabnja seperti tersebut diatas.
IV. Selesai.
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/PEMIMPIN BESAR REVOLUSI/MANDATARIS M.P.R.S.

Sejarah Keluarnya Supersemar
Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak "pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal" yang belakangan diketahui adalah Pasukan Kostraddibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.
Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan. Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang kemudian menyusul keBogor.
Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. (Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah kejanggalan).
Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M.yusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu menendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.
Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagaiSupersemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Hal tersebut berdasarkan penuturan Sudharmono, dimana saat itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai surat Supersemar itu tiba.

Supersemar Versi Kedua

Versi resmi mengenai lahirnya Supersemar adalah sebagai berikut. Menjelang akhir tahun 1965, operasi militer terhadap sisa-sisa G-30-S boleh dikatakan sudah selesai. Hanya penyelesaian politik terhadap peristiwa tersebut belum dilaksanakan oleh Presiden Soekarno. PKI belum dibubarkan. Sementara krisis ekonomi tambah parah. Laju inflasi mencapai 650%. Tanggal 13 Desember 1965 bahkan dilakukan devaluasi, uang bernilai Rp 1.000 turun menjadi Rp 1. Sementara itu harga-harga membubung naik. Tak ayal lagi, demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dan pelajar yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) marak di mana-mana. Selama 60 hari, dengan dipelopori para mahasiswa Universitas Indonesia, seluruh jalanan ibu kota dipenuhi demonstran. Mereka menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura), yang isinya: Bubarkan PKI, Retool Kabinet Dwikora, dan Turunkan Harga.
Sementara itu, sejak terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965, terjadi perbedaan pendapat antara Presiden Soekarno dengan Jenderal Soeharto yang menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat. Perbedaan pendapat berfokus pada cara untuk mengatasi krisis nasional yang semakin memuncak setelah terjadinya G-30-S tersebut. Soeharto berpendapat bahwa pergolakan rakyat tidak akan reda selama PKI tidak dibubarkan. Sementara itu Soekarno menyatakan bahwa ia tidak mungkin membubarkan PKI karena hal itu bertentangan dengan doktrin Nasakom yang telah dicanangkan ke seluruh dunia. Perbedaan pendapat ini selalu muncul dalam pertemuan-pertemuan berikutnya di antara keduanya. Soeharto kemudian menyediakan diri untuk membubarkan PKI asal mendapat kebebasan bertindak dari presiden.
Pada tanggal 11 Maret 1966, Kabinet (yang dijuluki "Kabinet 100 Menteri" karena jumlah menterinya mencapai 102 orang) mengadakan sidang paripurna untuk mencari jalan ke luar dari krisis. Sidang diboikot, para mahasiswa melakukan pengempesan ban mobil di jalan-jalan menuju ke istana. Ketika Presiden berpidato, Brigjen Sabur, Komandan Cakrabirawa (Pengawal Presiden) memberitahukan bahwa istana sudah dikepung pasukan tak dikenal. Meskipun ada jaminan dari Pangdam Jaya, Brigjen Amir Mahmud bahwa keadaan tetap aman, Presiden Soekarno yang tetap merasa khawatir, pergi dengan helikopter ke Istana Bogor bersama Wakil Perdana Menteri Dr. Subandrio dan Dr. Chairul Saleh.
Setelah itu, tiga perwira tinggi AD, Mayjen Basuki Rahmat (Menteri Urusan Veteran), Brigjen M. Yusuf (Menteri Perindustrian), dan Brigjen Amir Machmud, dengan seizin atasannya yaitu Jendral Soeharto yang menjabat Menpangad merangkap Pangkopkamtib, pergi menemui Presiden Soekarno di Bogor. Di sana ketiganya mengadakan pembicaraan dengan Presiden dengan didampingi ketiga Waperdam, yaitu Dr. Subandrio, Dr. Chairul Saleh, dan Dr. J. Leimena. Pembicaraan yang berlangsung berjam-jam itu berkisar seputar cara-cara yang tepat untuk mengatasi keadaan dan memulihkan kewibawaan presiden.
Akhirnya, Presiden Soekarno memutuskan untuk membuat surat perintah yang ditujukan kepada Jenderal Soeharto, yang intinya adalah memberi wewenang kepada Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan memulihkan keamanan negara, menjaga ajaran Bung Karno, menjaga keamanan Presiden, dan melaporkan kepada Presiden. Jadi, Soeharto diberi kewenangan untuk mengambil semua tindakan yang perlu guna mengatasi keadaan dan memulihkan kewibawaan presiden. Teks surat dirumuskan oleh ketiga wakil perdana menteri bersama ketiga perwira tinggi AD yang disebut di atas ditambah dengan Brigjen Sabur sebagai sekretaris. Surat itu kemudian ditandatangani oleh presiden. Serah terima secara resmi Surat Perintah 11 Maret 1966 dari ketiga perwira tinggi TNI-AD kepada Soeharto dilaksanakan pada tanggal 11 Maret itu juga, sekira pukul 21.00 WIB, bertempat di markas Kostrad. Surat inilah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)
Lepas tengah malam tanggal 11 Maret 1966, Jenderal Soeharto membubarkan PKI dengan dasar hukum surat perintah tersebut. PKI beserta ormas-ormasnya dilarang di seluruh Indonesia terhitung sejak 12 Maret 1966. Seminggu kemudian, 15 menteri yang dinilai terlibat dalam G-30-S ditahan. Dengan demikian, dua dari Tritura, sudah dilaksanakan. Popularitas Soeharto pun meningkat. Ternyata setelah Supersemar dilaksanakan, kewibawaan Presiden Soekarno tidak pulih. Antara tahun 1966-1967 terjadi dualisme kepemimpinan nasional, yaitu Soekarno sebagai presiden dan Soeharto sebagai Pengemban Supersemar yang dikukuhkan dalam Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/66.
Soeharto kemudian ditugaskan membentuk Kabinet Ampera yang dibebani tugas pokok memulihkan perekonomian dan menstabilkan kondisi politik. Konflik kepemimpinan tampaknya berakhir setelah tanggal 20 Februari 1967, ketika Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Jenderal Soeharto selaku Pengemban Tap No. IX/MPRS/66. Demikianlah riwayat singkat Supersemar.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SURAT PERINTAH
I. Mengingat:
1.1. Tingkatan Revolusi sekarang ini, serta keadaan politik baik nasional maupun Internasional
1.2. Perintah Harian Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata/Presiden/Panglima Besar Revolusi pada tanggal 8 Maret 1966
II. Menimbang:
2.1. Perlu adanja ketenangan dan kestabilan Pemerintahan dan djalannja Revolusi.
2.2. Perlu adanja djaminan keutuhan Pemimpin Besar Revolusi, ABRI dan Rakjat untuk memelihara kepemimpinan dan kewibawaan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi serta segala adjaran-adjarannja
III. Memutuskan/Memerintahkan:
Kepada: LETNAN DJENDERAL SOEHARTO, MENTERI PANGLIMA ANGKATAN DARAT
Untuk: Atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi:
1. Mengambil segala tindakan jang dianggap perlu, untuk terdjaminnja keamanan dan ketenangan serta kestabilan djalannja Pemerintahan dan djalannja Revolusi, serta mendjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimin Besar revolusi/mandataris M.P.R.S. demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala adjaran Pemimpin Besar Revolusi.
2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan-Angkatan lain dengan sebaik-baiknja.
3. Supaya melaporkan segala sesuatu jang bersangkuta-paut dalam tugas dan tanggung-djawabnja seperti tersebut diatas.
IV. Selesai.
Djakarta, 11 Maret 1966
PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/PEMIMPIN BESAR REVOLUSI/MANDATARIS M.P.R.S.
SOEKARNO

Kekacauan pasca G30S berlanjut pada penyerahan Surat Perintah Sebelas Maret (1966) kepada Soeharto oleh Soekarno. Setelah penyerahan ini, Soekarno masih sebagai Presiden tituler sehingga terjadi kepemimpinan ganda di negeri kita pada saat itu. Soeharto baru dilantik menjadi Presiden 2 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1968.


Beberapa Kontroversi tentang Supersemar
Menurut penuturan salah satu dari ketiga perwira tinggi AD yang akhirnya menerima surat itu, ketika mereka membaca kembali surat itu dalam perjalanan kembali ke Jakarta, salah seorang perwira tinggi yang kemudian membacanya berkomentar "Lho ini khan perpindahan kekuasaan". Tidak jelas kemudian naskah asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian naskah asli surat ini dinyatakan hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan dimana karena pelaku sejarah peristiwa "lahirnya Supersemar" ini sudah meninggal dunia. Belakangan, keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah Supersemar itu ada pada dokumen pribadi M. Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.
Menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan Satu (lettu) Sukardjo Wilardjito, ketika pengakuannya ditulis di berbagai media massa setelah Reformasi 1998 yang juga menandakan berakhirnya Orde Baru dan pemerintahan Presiden Soeharto. Dia menyatakan bahwa perwira tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada malam hari tanggal 11 Maret 1966 pukul 01.00 dinihari waktu setempat bukan tiga perwira melainkan empat orang perwira yakni ikutnya Brigadir jendral (Brigjen) M. Panggabean. Bahkan pada saat peristiwa Supersemar Brigjen M. Jusuf membawa map berlogo Markas Besar AD berwarna merah jambu serta Brigjen M. Pangabean dan Brigjen Basuki Rahmat menodongkan pistol kearah Presiden Soekarno dan memaksa agar Presiden Soekarno menandatangani surat itu yang menurutnya itulah Surat Perintah Sebelas Maret yang tidak jelas apa isinya. Lettu Sukardjo yang saat itu bertugas mengawal presiden, juga membalas menodongkan pistol ke arah para jenderal namun Presiden Soekarno memerintahkan Soekardjo untuk menurunkan pistolnya dan menyarungkannya. Menurutnya, Presiden kemudian menandatangani surat itu, dan setelah menandatangani, Presiden Soekarno berpesan kalau situasi sudah pulih, mandat itu harus segera dikembalikan. Pertemuan bubar dan ketika keempat perwira tinggi itu kembali ke Jakarta. Presiden Soekarno mengatakan kepada Soekardjo bahwa ia harus keluar dari istana. “Saya harus keluar dari istana, dan kamu harus hati-hati,” ujarnya menirukan pesan Presiden Soekarno. Tidak lama kemudian (sekitar berselang 30 menit) Istana Bogor sudah diduduki pasukan dari RPKAD dan Kostrad, Lettu Sukardjo dan rekan-rekan pengawalnya dilucuti kemudian ditangkap dan ditahan di sebuah Rumah Tahanan Militer dan diberhentikan dari dinas militer. Beberapa kalangan meragukan kesaksian Soekardjo Wilardjito itu, bahkan salah satu pelaku sejarah supersemar itu, Jendral (Purn) M. Jusuf, serta Jendral (purn) M Panggabean membantah peristiwa itu.
Menurut Kesaksian A.M. Hanafi dalam bukunya "A.M Hanafi Menggugat Kudeta Soeharto", seorang mantan duta besar Indonesia di Kuba yang dipecat secara tidak konstitusional oleh Soeharto. Dia membantah kesaksian Letnan Satu Sukardjo Wilardjito yang mengatakan bahwa adanya kehadiran Jendral M. Panggabean ke Istana Bogor bersama tiga jendral lainnya (Amirmachmud, M. Jusuf dan Basuki Rahmat) pada tanggal 11 Maret 1966 dinihari yang menodongkan senjata terhadap Presiden Soekarno. Menurutnya, pada saat itu, Presiden Soekarno menginap di Istana MerdekaJakartauntuk keperluan sidang kabinet pada pagi harinya. Demikian pula semua menteri-menteri atau sebagian besar dari menteri sudah menginap diistana untuk menghindari kalau datang baru besoknya, demonstrasi-demonstrasi yang sudah berjubel di Jakarta. A.M Hanafi Sendiri hadir pada sidang itu bersama Wakil Perdana Menteri (Waperdam) Chaerul Saleh. Menurut tulisannya dalam bukunya tersebut, ketiga jendral itu tadi mereka inilah yang pergi ke Istana Bogor, menemui Presiden Soekarno yang berangkat kesana terlebih dahulu. Dan menurutnya mereka bertolak dari istana yang sebelumnya, dari istana merdeka Amir Machmud menelepon kepada Komisaris Besar Soemirat, pengawal pribadi Presiden Soekarno di Bogor, minta ijin untuk datang ke Bogor. Dan semua itu ada saksinya-saksinya. Ketiga jendral ini rupanya sudah membawa satu teks, yang disebut sekarang Supersemar. Di sanalah Bung Karno, tetapi tidak ditodong, sebab mereka datang baik-baik. Tetapi di luar istana sudah di kelilingi demonstrasi-demonstrasi dan tank-tank ada di luar jalanan istana. Mengingat situasi yang sedemikian rupa, rupanya Bung Karno menandatangani surat itu. Jadi A.M Hanafi menyatakan, sepengetahuan dia, sebab dia tidak hadir di Bogor tetapi berada di Istana Merdeka bersama dengan menteri-menteri lain. Jadi yangdatang ke Istana Bogor tidak ada Jendral Panggabean. Bapak Panggabean, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menhankam, tidak hadir.
Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak jelas. Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-AD Ali Ebram, saat itu sebagai staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.
Kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan asing, Ben Anderson, oleh seorang tentara yang pernah bertugas di Istana Bogor. Tentara tersebut mengemukakan bahwa Supersemar diketik di atas surat yang berkop Markas besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop kepresidenan. Inilah yang menurut Ben menjadi alasan mengapa Supersemar hilang atau sengaja dihilangkan.

Versi Resmi:
Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigjen M. Jusuf, Brigjen Amirmachmud dan Brigjen Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Soeharto mampu menendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.
Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
Kesaksian Lettu Sukardjo Wilardjito(pengawal kepresidenan Istana Bogor):
Brigjen M. Jusuf, Brigjen Amirmachmud dan Brigjen Basuki Rahmat, dan Brigjen M.Panggabean pada malam hari tanggal 11 Maret 1966 pukul 01.00 datang ke Istana Bogor. Ia menuturkan adanya penodongkan pistol ke arah Soekarno yang dimaksudkan untuk memaksa agar Presiden menandatangani sebuah surat. Lalu Sukardjo membalas menodongkan pistol ke arah para jenderal namun Presiden Soekarno memerintahkan Soekardjo untuk menurunkan pistolnya dan menyarungkannya. Menurutnya, Presiden kemudian menandatangani surat itu, dan setelah menandatangani, Presiden Soekarno berpesan kalau situasi sudah pulih, mandat itu harus segera dikembalikan.

M. Jusuf , M.Panggabean, dan A.M. Hanafi membantah peristiwa itu.
Kesaksian A.M. Hanafi (mantan dubes Indonesia untuk Kuba yang dipecat secara tidak konstitusional oleh Soeharto) :

Menurutnya, pada saat itu, Presiden Soekarno menginap di Istana Merdeka, untuk keperluan sidang kabinet pada pagi harinya. Demikian pula semua menteri-menteri atau sebagian besar dari menteri sudah menginap diistana untuk menghindari kalau datang baru besoknya, demonstrasi-demonstrasi yang sudah berjubel di Jakarta. A.M Hanafi sendiri hadir pada sidang itu bersama Waperdam Chaerul Saleh. M.Panggabean, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menhankam, tidak hadir. Namun ia sependapat dengan versi resmi yaitu bahwa ketiga jendral itulah yang pergi ke Istana Bogor, menemui Presiden Soekarno yang berangkat kesana terlebih dahulu. Ketiga jendral ini datang baik-baik dengan membawa sebuah teks. Di luar, istana sudah dikelilingi oleh banyak demonstrasi dan tank. Karena keadaan tersebut, Soekarno akhirnya menandatangani teks Supersemar itu.
Keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah asli Supersemar ada pada dokumen pribadi M. Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.

Kontroversi Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar, terutama menyangkut tiga hal, masih belum menemukan titik terang.
Ketiga hal itu adalah pertama, mengenai teks. Kedua, terkait proses mendapatkan surat itu. Ketiga, mengenai interpretasi isi perintah itu.
Naskah asli Supersemar sendiri hingga sekarang belum ditemukan. Keluarnya surat itu tidak bisa dilepaskan dari rangkaian peristiwa yang terjadi sebelumnya. Presiden Soekarno memiliki penafsiran berbeda dengan kelompok Soeharto.
Dokumen yang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia terdiri dari beberapa versi. Namun, sebenarnya perbedaan antarnaskah, misalnya mengenai tempat penandatanganan—apakah Jakarta atau Bogor—tidak mengubah substansinya. Demikian pula jumlah halaman surat perintah itu—satu atau dua halaman—itu hanya soal teknis.
Sudharmono mengatakan, surat itu digandakan atau difotokopi. Namun, ternyata hal itu dibantah Moerdiono yang menegaskan, surat itu dironeo (distensil).
Tampaknya awal tahun 1966 belum ada mesin fotokopi di Ibu Kota. Dengan demikian, surat itu distensil. Jika itu yang terjadi, berarti naskah diketik ulang. Maka tidak aneh jika terdapat berbagai perbedaan. Bahkan, logo burung Garudanya terlihat seperti digambar dengan tangan.
Ketika biografi Jenderal Jusuf diterbitkan setelah ia meninggal, masyarakat berharap menemukan titik terang. Ternyata Supersemar yang dilampirkan bukanlah yang asli, paling tidak demikian menurut Kepala Arsip Nasional, karena logo yang digunakan Garuda Pancasila, padahal lambang kepresidenan adalah padi kapas.
Minimal kita berharap, draf pertama surat itu, draf kedua yang sudah ditulisi komentar Soebandrio beserta tembusan ketiga dari teks asli (yang tidak ditandatangani Presiden) yang semuanya dimiliki Jenderal Jusuf dapat diserahkan kepada pemerintah.
Di bawah tekanan
Aspek kedua yaitu proses memperoleh surat itu perlu dijelaskan kepada masyarakat, terutama kepada para siswa. Surat itu diberikan bukan atas kemauan atau prakarsa Presiden Soekarno. Surat itu diberikan di bawah tekanan, seperti terlihat dari rangkaian peristiwa berikut ini.
Tanggal 9 Maret 1966 malam, Hasjim Ning dan M Dasaad, dua pengusaha yang dekat dengan Bung Karno, diminta Asisten VII Men/Pangad Mayjen Alamsjah Ratu Perwiranegara untuk membujuk Presiden Soekarno agar menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto. Pada malam itu juga, keduanya mendapat surat perintah yang ditandatangani sendiri oleh Men/Pangad Letjen Soeharto yang menyatakan bahwa mereka adalah penghubung antara Presiden Soekarno dan Men/Pangad.
Hasjim Ning dan M Dasaad berhasil bertemu dengan Presiden Soekarno pada 10 Maret 1966 di Istana Bogor. Hasjim Ning menyampaikan pesan tersebut. Bung Karno menolak. Dengan amarah, Bung Karno berkata, ”Kamu juga sudah pro-Soeharto!”
Dari sini terlihat bahwa usaha membujuk Soekarno telah dilakukan, lalu diikuti dengan mengirim tiga jenderal ke Istana Bogor. Pagi 11 Maret 1966 dilangsungkan sidang kabinet di Istana yang dikepung oleh demonstrasi mahasiswa besar-besaran serta didukung pasukan tertentu. Hal itu mengagetkan Presiden yang memutuskan untuk menyingkir ke Istana Bogor.
Brigjen Kemal Idris saat itu mengerahkan sejumlah pasukan dari Kostrad dan RPKAD untuk mengepung Istana. Tujuan utamanya adalah menangkap Soebandrio yang berlindung di kompleks Istana. Memang pasukan-pasukan itu mencopot identitas mereka sehingga tak mengherankan Komandan Tjakrabirawa Brigjen Sabur melaporkannya sebagai ”pasukan tidak dikenal” kepada Bung Karno. Letjen Soeharto sendiri tidak hadir dalam sidang kabinet dengan alasan sakit. Bila dia ada, tentu Bung Karno akan memerintahkannya untuk membubarkan demonstrasi gabungan mahasiswa-tentara itu.
Sebetulnya banyak faktor yang terjadi sebelum 11 Maret 1966 yang semuanya menjadikan semacam ”tekanan” terhadap Presiden Soekarno. Dan, puncak dari tekanan itu datang dari ketiga jenderal itu. Bila tidak ada demonstrasi dari mahasiswa dan pasukan tak dikenal yang mengepung Istana, tentu peristiwa keluarnya Supersemar di Bogor tidak/belum terjadi.

Kesimpulan
Surat Perintah 11 Maret 1966 atau yang disingkat menjadi Supersemar sebenarnya adalah surat kuasa dari Presiden Sukarno kepada Jenderal Suharto untuk mengamankan dan memulihkan keamanan negara Indonesia setelah terjadi pemberontakan oleh Gerakan 30 September 1965/PKI namun karena kesalahan penafsiran dalam menyikapi Supermar maka terjadi perbedaan pendapat yang menimbulkan kontroversi dikemudian hari.



Perbedaan penafsiran berpangkal dari kalimat dalam Supersemar yang berbunyi “mengambil segala tindakan yang dianggap perlu”.Padahal,perintah untuk militer harus tegas batas-batasnya,termasuk waktu pelaksanaanya.