Naturalisasi adalah proses perubahan status dari
penduduk asing menjadi warga negara suatu Negara. Proses
ini harus terlebih dahulu memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan dalam
peraturan kewarganegaraan negara yang bersangkutan. Hukum
naturalisasi di setiap negara berbeda-beda. Di Indonesia, masalah
kewarganegaraan saat ini diatur dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2006
Cara Memperoleh naturalisasi
> Cara memperoleh naturalisasi yaitu dengan mengajukan
permohonan kepada HAM dan Menteri Hukum melalui Kedubes RI atau Kantor
Pengadilan Setempat. Jika disetujui, maka harus mengucapkan janji setia di
hadapan pengadilan negeri.
//Syarat-syarat memperoleh naturalisasi menurut UU No.12
Tahun 2006 adalah
1. Sewaktu mengajukan permohonan, berada di wilayah Negara
Republik Indonesia paling singkat selama 5 (lima) tahun berturut-turut atau 10
(sepuluh) tahun tidak berturut-turut.
2. Sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah
menikah.
3. Dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar serta mengakui Dasar Negara Pancasila dan Undang-Undan Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.
4. Sehat jasmani dan rohani.
5. Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih.
6. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia tidak
menjadi berkewarganegaraan ganda
7. Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap
8. Membayar uang pewarganegaraan ke kas Negara
//Gelombang penolakan terhadap rencana Ketua Umum PSSI,
Nurdin Halid, menaturalisasi pemain muda asal Brasil terus bermunculan. Setelah
pakar dan pelaku sepakbola nasional bersuara lantang, kini giliran DPR angkat
bicara. Anggota dewan bakal menjegal rencana Nurdin dalam rapat dengar pendapat.
DPR menilai Nurdin telah salah mengimplementasikan makna Pasal 20 UU No. 12 Th.
2006 tentang Kewarganegaraan. “Ini salah kaprah. Hak kewarganegaraan istimewa
hanya bisa diberikan pada orang-orang yang telah berjasa pada negara. Bukan
pada sembarangan orang yang kita belum tahu asal-usulnya,” ungkap Amuzamil
Yusuf, anggota Komisi III DPR yang membidani Hukum dan HAM.
Menurut Zamil, pemain-pemain asal Negeri Samba yang
diboyong PSSI belum menunjukkan kontribusi nyata untuk membangun kemajuan
sepakbola Indonesia.
“Kalau dasarnya untuk mendongkrak prestasi, kenapa ambil
pemain Brasil di level bawah? Hanya pemain yang benar-benar berkualitas yang
bisa disodori paspor negara kita,” ungkap anggota DPR dari fraksi Partai
Keadilan Sejahtera itu. Jangankan pemain yang jelas, atlet-atlet bulutangkis
warga keturunan Cina yang jelas-jelas menyumbangkan gelar juara di pentas
internasional banyak yang digantung status kewarganegaraannya. Zamil
mencontohkan kasus yang menimpa pebulutangkis Hendrawan beberapa tahun silam.
Karena tak mengantongi Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI)
runner-up Olimpiade Sydney itu kesulitan mengurus surat kelahiran anaknya. Saat
mencoba mengurus SBKRI ke pihak keimigrasian, suami Silvia Angraeni itu dipaksa
menunggu selama setahun tanpa kejelasan.
“Beruntung saat mengadu ke Presiden RI waktu itu,
Megawati Soekarnoputri, SBKRI bisa kelar pada tahun 2000. Kini SBKRI dihapus
pemerintah,” kenang Hendrawan.
Ditolak Menegpora Kasus lain yang tak kalah mengenaskan menimpa pasangan pebulutangkis Alan Budi Kusuma-Susy Susanti. Suami-istri peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 itu baru mendapat hak kewarganegaraan penuh atas campur tangan Wapres Try Sutrisno (1992). “Bisa dibayangkan begitu sulitnya menjadi orang Indonesia. DPR tak akan menjegal PSSI melakukan naturalisasi asal tak menyalahi UU dan berjalan sewajarnya,” tambah Zamil. Maksud sewajarnya adalah sudah bermukim lima tahun di Indonesia dan prestasinya diakui publik sepakbola nasional. “Yang terpenting dia tak bisa mengantongi kewarganegaraan ganda. Jangan sampai motivasinya hanya karena urusan cari makan, begitu pensiun mudik lagi ke negaranya,” jabar Zamil.
Ditolak Menegpora Kasus lain yang tak kalah mengenaskan menimpa pasangan pebulutangkis Alan Budi Kusuma-Susy Susanti. Suami-istri peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 itu baru mendapat hak kewarganegaraan penuh atas campur tangan Wapres Try Sutrisno (1992). “Bisa dibayangkan begitu sulitnya menjadi orang Indonesia. DPR tak akan menjegal PSSI melakukan naturalisasi asal tak menyalahi UU dan berjalan sewajarnya,” tambah Zamil. Maksud sewajarnya adalah sudah bermukim lima tahun di Indonesia dan prestasinya diakui publik sepakbola nasional. “Yang terpenting dia tak bisa mengantongi kewarganegaraan ganda. Jangan sampai motivasinya hanya karena urusan cari makan, begitu pensiun mudik lagi ke negaranya,” jabar Zamil.
Menegpora Adhyaksa Dault pun siap menghadang naturalisasi
instan. “Jangan karena kita mengalami rentetan kegagalan lalu menempuh jalan
instan. Naturalisasi bukan solusi yang baik. Ini sama saja menjual harga diri
bangsa. PSSI harus memberikan alasan konkret di balik dikeluarkannya kebijakan
ini,” tegas Adhyaksa di Bandung.
Kalau koor penolakan begitu kencang, apa lagi yang ditunggu? Katakan tidak pada naturalisasi instan!
Kalau koor penolakan begitu kencang, apa lagi yang ditunggu? Katakan tidak pada naturalisasi instan!
Pasal 20 UU No. 12 Tahun 2006 Orang asing yang telah
berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara
dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah
memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali
dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan
berkewarganegaraan ganda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar